LATAR BELAKANG
Komunikasi merupakan proses yang menghubungkan manusia melalui sekumpulan tindakan yang terus menerus diperbaharui. Komunikasi melibatkan pertukaran tanda-tanda melalui suara, kata-kata, atau suara dan kata-kata. Pada hakikatnya proses komunikasi antarbudaya sama dengan proses komunikasi lainnya, yakni suatu proses yang interaktif, transaksional dan dinamis.Komunikasi antarbudaya yang interaktif yaitu dilakukan oleh komunikator dengan komunikan dalam dua arah/timbal balik (two ways communication). Komunikasi transaksional meliputi 3 unsur, yaitu keterlibatan emosi yang tinggi yang berkesinambungan atas pertukaran pesan, berkatitan dengan masa lalu, kini dan yang akan datang dan berpartisipasi dalam komunikasi antarbudaya untuk menjalankan suatu peranan (Liliweri, 2004:24-25).
PEMBAHASAN
A. Unsur-Unsur Proses Komunikasi Antarbudaya
Unsur pertama dalam proses komunikasi antarbudaya adalah komunikator. Komunikator dalam komunikasi antarbudaya merupakan pihak yang mengawali proses pengiriman pesan terhadap komunikan. Baik komunikator maupun komunikan ditentukan oleh faktor-faktor makro seperti penggunaan bahasa minoritas dan pengelolaan etnis, pandangan tentang pentingnya sebuah percakapan dalam konteks budaya, orientasi terhadap konsep individualitas dan kolektivitas dari suatu masyarakat, orientasi terhadap ruang dan waktu. Sedangkan faktor mikronya adalah komunikasi dalam konteks yang segera, masalah subjektivitas dan objektivitas dalam komunikasi antarbudaya, kebiasaan percakapan dalam bentuk dialek dan aksen, dan nilai serta sikap yang menjadi identitas sebuah etnik.Unsur kedua dalam proses komunikasi antarbudaya adalah komunikan. Komunikan merupakan penerima pesan yang disampaikan oleh komunikator. Dalam komunikasi antarbudaya, komunikan merupakan seorang yang berbeda latar belakang dengan komunikator. Tujuan komunikasi yang diharapkan ketika komunikan menerima pesan dari komunikator adalah memperhatikan dan menerima secara menyeluruh. Ketika komunikan memperhatikan dan memahami isi pesan, tergantung oleh tiga bentuk pemahaman, yaitu kognitif, afektif dan overt action. Kognitif yaitu penerimaan pesan oleh komunikan sebagai sesuatu yang benar, kemudian afektif merupakan kepercayaan komunikan bahwa pesan tidak hanya benar namun baik dan disukai, sedangkan overt action merupakan tindakan yang nyata, yaitu kepercayaan terhadap pesan yang benar dan baik sehingga mendorong suatu tindakan yang tepat.
Unsur yang ketiga adalah pesan atau simbol. Pesan berisi pikiran, ide atau gagasan, dan perasaan yang berbentuk simbol. Simbol merupakan sesuatu yang digunakan untuk mewakili maksud tertentu seperti kata-kata verbal dan simbol nonverbal. Pesan memiliki dua aspek utama, yaitu content (isi) dan treatment (perlakuan). Pilihan terhadap isi dan perlakuan terhadap pesan tergantung dari keterampilan komunikasi, sikap, tingkat pengetahuan, posisi dalam sistem sosial dan kebudayaan.
Unsur keempat yaitu media. Dalam proses komunikasi antarbudaya, media merupakan saluran yang dilalui oleh pesan atau simbol. Terdapat dua tipe saluran yang disepakati para ilmuwan sosial, yaitu sory channel, yakni saluran yang memindahkan pesan sehingga akan ditangkap oleh lima indera manusia. Lima saluran dalam channel ini yaitu cahaya, bunyi, tangan, hidung dan lidah. Saluran kedua yaitu institutionalized channel yaitu saluran yang sudah sangat dikenal manusia seperti percakapan tatap muka, material percetakan dan media elektronik. Para ilmuwan sosial menyimpulkan bahwa komunikan akan lebih menyukai pesan yang disampaikan melalui kombinasi dua atau lebuh saluran sensoris.
Unsur proses komunikasi antarbudaya yang kelima adalah efek atau umpan balik. Tujuan manusia berkomunikasi adalah agar tujuan dan fungsi komunikasi dapat tercapai. Tujuan dan fungsi komunikasi antarbudaya, antara lain memberikan informasi, menerangkan tentang sesuatu, memberikan hiburan dan mengubah sikap atau perilaku komunikan. Didalam proses tersebut, diharapkan adanya reaksi atau tanggapan dari komunikan dan hal inilah yang disebut umpan balik. Tanpa adanya umpan balik terhadap pesan-pesan dalam proses komunikasi antarbudaya, maka komunikator dan komunikan sulit untuk memahami pikiran dan ide atau gagasan yang terkandung didalam pesan yang disampaikan. Unsur keenam dalam proses komunikasi antarbudaya adalah suasana. Suasana merupakan salah satu dari 3 faktor penting (waktu, tempat dan suasana) didalam komunikasi antarbudaya.
Unsur keenam dalam proses komunikasi antarbudaya adalah gangguan. Gangguan didalam komunikasi antarbudaya merupakan segala sesuatu yang menghambat laju pesan yang ditukar antara komunikator dan komunikan dan dapat juga mengurangi makna pesan antarbudaya. Gangguan tersebut menghambat penerimaan pesan dan sumber pesan. Gangguan yang berasal dari komunikator bersumber akibat perbedaan status sosial dan budaya, latar belakang pendidikan dan keterampilan berkomunikasi. Gangguan yang berasal dari pesan disebabkan oleh perbedaan pemberian makna pesan yang disampaikan secara verbal dan perbedaan tafsir atas pesan non verbal. Sedangkan gangguan yang berasal dari media, yaitu karena kesalahan pemilihan media yang tidak sesuai dengan konteks komunikasi sehingga kurang mendukung komunikasi antarbudaya. De Vito (1997) menggolongkan tiga macam gangguan, yaitu fisik, psikologis dan semantik. Gangguan fisik berupa interfensi dengan transmisi fisik isyarat atau pesan lain, gangguan psikologis berupa interfensi kognitif atau mental, sedangkan gangguan semantik berupa pembicara dan pendengar memiliki arti yang berlainan.
B. Interaksi Simbolik
Didalam proses manusia berkomunikasi, simbol merupakan ekspresi yang mewakili suatu hal yang lain. Salah satu dari karakteristik simbol adalah bahwa simbol tidak memiliki hubungan langsung dengan yang diwakilinya. Simbol dapat berbentuk suara, tanda pada kertas, gerakan dan lain sebagainya. Manusia menggunakan simbol tidak hanya sebagai alat untuk berinteraksi, namun simbol digunakan dalam menyampaikan suatu budaya dari generasi ke generasi. Menurut Gudykunst dan Kim, hal yang penting yang harus diingat yaitu simbol dijadikan ketika orang sepakat untuk menjadikannya suatu simbol (Samovar, dkk: 2010:18-20).
Partisipan komunikasi menyampaikan pesan dengan menggunakan simbol-simbol dan lambang-lambang yang dibentuk berdasarkan kesepakatan bersama. Pesan diartikan sebagai isi, pikiran, idea tau gagasan yang dikirim kepada penerima dengan tujuan mempengaruhi pikiran dan gagasan orang lain. Pesan diwujudkan dalam bentuk pesan verbal dan perilaku nonverbal. Komunikasi juga merupakan suatu sistem simbolik, karena disepakati bersama sebagai wahana pertukaran pesan. Bahasa merupakan alat utama berkomunikasi dalam mengungkapkan pikiran, idea tau gagasan, pengalaman-pengalaman, tujuan agar komunikasi berjalan secara alami. De Saussure menyatakan bahasa sebagai simbol-simbol komunikasi dengan sebuah tanda. Tanda merupakan representasi abstrak yang berubah-ubah, bersifat bebas dan didefinisikan sebagai sesuatu yang ambigu dan memiliki makna sesuai latar budaya. Bahasa tidak saja berinteraksi antarsesama sebagai alat komunikasi, tetapi digunakan juga sebagai alat untuk menggalang kekuasaan, ideologi, hegemoni dan imperialisme (Purwasito, 2003:206-208).
Kebudayaan adalah suatu sistem simbolik yang mempunyai makna. Para sosiolog seperti Mead, Cooley, Thomas member premis sebagai landasan teori sebagai berikut: “Manusia melakukan berbagai hal atas dasar makna yang diberikan oleh berbagai hal kepada mereka”. Dengan premis ini orang-orang yang berinteraksi selalu didasarkan atas dasar makna yang terkandung dalam berbagai hal itu. Premis kedua, mengutip Blumer (1969), adalah interaksionisme simbolik yang mengatakan bahwa “makna berbagai hal itu berasal dari, atau muncul dari interaksi sosial seseorang dengan orang lain”. Dengan kata lain, kebudayaan merupakan sistem makna yang dimiliki bersama, dipelajari, diperbaiki, dipertahankan dan didefinisikan dalam konteks orang yang berkomunikasi. Premis ketiga, dari interaksionisme simbolik tersebut “makna digunakan dan dimodifikasi melalui proses penafsiran yang dirangsang oleh persoalan yang dihadapi” (Purwasito, 2003:208,210).
C. Perilaku Non Verbal
Yang dimaksud dengan komunikasi non verbal, yaitu :
1. Komunikasi non verbal merupakan tindakan dan atribusi (lebih dari penggunaan kata-kata) yang dilakukan seseorang kepada orang lain bagi pertukaran makna, yang selalu dikirimkan dan diterima secara sadar oleh dan untuk mencapai umpan balik atau tujuan tertentu.
2. Komunikasi non verbal meliputi ekspresi wajah, nada suara, gerakkan anggota tubuh, kontak mata, rancangan ruangan, pola-pola peradaban, gerakan ekspresif, perbedaan budaya dan tindakan tindakan non verbal lain yang tak menggunakan kata-kata. Pelbagai penelitian menunjukkan bahwa komunikasi non verbal itu sangat penting untuk memahami perilaku antarmanusia daripada memahami kata-kata verbal yang diucapkan atau yang ditulis, pesan-pesan non verbal memperkuat apa yang disampaikan secara verbal.
3. Studi tersendiri untuk menggambarkan bagaimana orang berkomunikasi melalui perilaku fisik, tanda-tanda vokal dan relasi ruang atau jarak. Akibatnya penelitian tentang komunikasi non verbal acapkali menekankan pada dimensi beberapa aspek tertentu dari bahasa.
4. Komunikasi non verbal merujuk pada variasi bentuk-bentuk komunikasi yang meliputi bahasa. Bagaimana seorang itu berpakaian, bagaimana seseorang melindungi dirinya, menampilkan eskpresi wajah, gerakan tubuh, suara, nada dan kontak mata dll.
5. Komunikasi non verbal meliputi semua stimuli non verbal dalam setting komunikatif digeneralisasikan oleh individu dan lingkungan yang memakainya.
6. Komunikasi non verbal meliputi pesan non verbal yang memiliki tujuan ataupun tidak memiliki tujuan tertentu (Purwasito, 2003:138-139).
Dari definisi diatas disimpulkan bahwa komunikasi non verbal merupakan cara berkomuikasi melalui pernyataan wajah, nada suara, isyarat-isyarat, kontak mata, dan lain-lain (Purwasito, 2003:140). Menyangkut kepada interaksi non verbal, Beamer dan Varnet menyatakan bahwa komunikasi non verbal dipengaruhi oleh beberapa faktor yang diantaranya adalah latar belakang budaya, latar belakang sosial ekonomi, pendidikan, gender, usia, kecenderungan pribadi dan indionkrasi. Banyak perilaku non verbal manusia dilaksanakan secara tidak sadar dan spontan. Kesamaan budaya dan perilaku non verbal yaitu keduanya dikerjakan melalui naluri dan dipelajari.
Dengan memahami budaya dalam perilau non verbal, manusia dapat memahami pesan dalam proses interaksi dan mengumpulkan petunjuk mengenai tindakan serta nilai yang disadarinya. Komunikasi non verbal terkadang menunjukkan sifat dasar suatu budaya
Contoh Kasus : Hubungan Masyarakat Jawa dengan Masyarakat Luar Jawa
Salah satu negara yang juga terkenal keramahannya adalah Indonesia, khususnya suku Jawa. Masyarakat Jawa sangat terkenal dengan tutur bahasanya yang lembut dan penuh sopan santun. (Di sini menyamakan semua masyarakat Jawa dan mengesampingkan factor wilayah seperti Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur). Oleh karena itu masyarakat Jawa termasuk dalam the real high context culture. Sedangkan bagi masyarakat luar Jawa, pasti memiliki karakteristik yang berbeda. Di sini membandingkan dengan orang Batak karena saya menilai karakter orang Jawa sangat kontras dengan orang Batak. Namun perlu dicatat, perbedaan komunikasi non verbal tidak menyeluruh begitu saja di antara keduanya. Hal tersebut tidak lepas dari factor adat dan budaya secara khusus dan termasuk orang Indonesia secara umum.
Kontak Mata
Bagi orang Jawa, kontak mata secara langsung dianggap hal yang tidak sopan. Terlebih jika hal tersebut dilakukan terhadap orang yang lebih tua. Orang jawa menyebutnya unggah-ungguh atau tata krama. Bagi orang luar jawa sebenarnya kontak mata secara langsung bukan hal yang dipermasalahkan. Namun walaupun begitu bukan berarti orang Batak menganggap kontak mata secara langsung hal yang wajar. Tetap saja kontak mata tetap ada aturannya karena bagi sebagian orang, kontak mata yang terlalu berlebihan dianggap menantang bahkan pelecehan.
Sentuhan
Masyarakat jawa adalah masyarakat yang sangat menjunjung adat ketimuran. Salah satunya adalah sentuhan. Masyarakat jawa akan sangat menjaga diri mereka dengan lawan jenisnya sebelum mereka menikah. Hal tersebut menyangkut harga diri dan masalah tata krama yang ada. Hal tersebut sama bagi orang Batak.
Paralanguage
Inilah komunikasi non verbal yang begitu kontras antara orang Jawa dan Batak. Masyarakat Jawa sangat terkenal dengan tutur bahasanya yang lembut dan penuh sopan santun. Intonasi dan suaranya pelan. Lebih banyak basa-basi dan berbelit-belit. Sebaliknya, orang Batak sangat blak-blakkan. Tidak peduli siapa lawan bicara. Intonasi dan suara sangat keras dan cenderung kasar bagi orang Jawa.
Diam
Bagi orang Jawa, berbicara sebenarnya hanya diperbolehkan seperlunya saja. Jadi ketika orang Jawa diam, hal itu adalah hal yang lumrah. Hal tersebut sesuai dengan adat orang Jawa yang sangat berhati-hati ketika berbicara. Terlebih membicarakan orang lain. Namun bagi orang batak, diam adalah penolakan.
Body Movement
Setiap budaya memiliki bahasa tubuhnya sendiri. Orang Jawa dan Batak memiliki khas bahasa tubuhnya masing-masing.
Kedekatan Ruang dan Waktu
Orang Jawa sangat menjaga jarak dengan orang lain. Ada banyak factor mengapa. Salah satunya adalah adanya tingkatan-tingkatan bagi orang Jawa yaitu anak-anak-dewasa orang tua. Sedangkan Orang batak tidak mengenal tingkatan sehingga jarak dan waktu bukanlah penghalang dalam setiap komunikasi.
Contoh
Si A adalah mahasiswa dari Jawa dan memiliki teman B dari luar Jawa yaitu Batak. Keduanya akan sangat sulit untuk saling menyesuaikan. Si A akan berbicara dengan nada yang pelan atau biasa dan dengan intonasi serta tekanan yang biasa pula. Namun si B berbicara dengan suara yang lantang disertai intonasi tekanan yang keras. Di sini bisa saja Si A salah paham karena menganggap B suka berbicara dengan keras dan punya tata krama. Namun tidak bagi si B. B merasa hal itu wajar-wajar saja. Lainnya, Si A mungkin terbiasa dengan tingkah lakunya sesuai dengan unggahungguh atau tata krama adat Jawa. Selalu menunduk dan tidak melihat wajah lawan bicara, selalu senyum, dan mengucapkan permisi sambil membungkuk ketika lewat di depan seseorang . Namun semua hal tersebut mungkin tidak dilakukan oleh B. Berbicara secara blak-blakkan dan berjalan lalu lalang begitu saja tanpa permisi merupakan hal yang biasa bagi si B.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa budaya konteks tinggi dan budaya konteks rendah mempunyai beberapa perbedaan penting dalam cara penyandian pesannya. Anggota budaya konteks tinggi lebih terampil membaca perilaku nonverbal dan “dalam membaca lingkungan”, dan mereka menganggap bahwa orang lain juga akan mampu melakukan hal yang sama. Jadi mereka berbicara lebih sedikit daripada anggota-anggota budaya konteks rendah. Umumnya komunikasi mereka cenderung tidak langsung dan tidak ekplisit. Budaya konteks rendah, sebaliknya menekankan komunikasi langsung dan ekplisit, yakni pesan- pesan verbal sangat penting, dan informasi yang akan dikomunikasikan disandi dalam pesan verbal.
D. Bahasa
Bahasa setiap hari digunakan oleh manusia di seluruh dunia. Tanpa bahasa, manusia tidak dapat berkomunikasi. Bahasa berperan penting secara langsung sebagi bentuk pernyataan dan pertukaran pemikiran ataupun pandangan mengenai orang lain. Penggunaan bahasa berperan untuk mengatur manusia sesuai dengan faktor-faktor usia, jenis kelamin dan bahkan sosial-ekonomi. Bahasa adalah sejumlah simbol atau tanda yang disetujui untuk digunakan oleh sekelompok orang untuk mengahasilkan suatu arti atau makna Bahasa merupakan medium untuk menyatakan kesadaran dalam suatu konteks sosial. Dalam komunikasi antarmanusia sehari-hari kita diperkenalkan oleh istilah-istilah seperti bahasa lisan, bahasa tulisan, bahasa isyarat, bahasa jarak dan lain sebagainya (Liliweri, 2004:130).
KESIMPULAN
Identitas yang dilekatkan pada etnis cenderung untuk menyatakan ciri golongan suatu kelompok masyarakat tertentu. Digunakan untuk menunjukkan ciri yang berbeda dengan kelompok masyarakat lainnya pada suatu daerah tertentu dan sifatnya kompleks. Etnisitas merupakan sebuah konsep yang kompleks, memiliki ciri dan pandangan yang berbeda-beda di dalam mengartikan diri. Biasanya diasosiasikan dengan perilaku kebudayaan, contohnya, pada bahasa, adat istiadat, keyakinan, sejarah, pakaian dan budaya materi. Kompleksitas identitas merupakan suatu konsep yang kompleks, di dalamnya terdapat identitas individu yang terhubung dengan identitas kelompok sebagai bagian dari karakteristik-karakteristik umum seperti nasionalitas, gender, sosial-ekonomi, keluarga, agama, etnis dan budaya. Menunjukkan kompleksitas identitas dan dapat dilekatkan pada banyak aspek tergantung tujuan apa konsep identitas digunakan.DAFTAR PUSTAKA
Liliweri, Alo.2003 Dasar-Dasar Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta; Pustaka Pelajar___________.2003. Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya. PT. LKIS Pelangi Aksara
Purwasito, Andik.2003. Komunikasi Multikultural. Surakarta. Universitas Muhammadiyah Press