Nathaniel Kleitman dan Eugene Aserinsky (1995) meneliti pergerakan bola mata melambat saat orang mulai tidur di malam hari, hasilnya adalah ternyata orang tidur pergerakan matanya tidak lambat melainkan sangat cepat.
Rapid Eye Movement (REM) adalah periode tidur yang ditandai dengan pergerakana mata, hilangnya kekuatan otot, dan mimpi yang tampak nyata. Periode REM muncul secara bergantian dengan periode dimana pergerakan mata tidak sedemikian cepat, atau disebut juga tidur non-REM (NREM), dalam siklus setiap 90 menit. Periode REM berlangsung selama beberapa menit hingga satu jam, dengan rata-rata sekitar 20 menit. Ketika periode ini dimulai, pola aktivitas elektrik dalam otak orang yang tidur berubah menjadi seperti orang yang berada dalam keadaan bangun dan waspada penuh.
Ketika kita pertama naik ke tempat tidur, menutup mata dan melemaskan semua otak, otak kita menghasilkan sekumpulan gelombang alfa. Pada pencatatan EEG, gelombang alfa memiliki ritme yang lambat dan teratur dan amplitudo yang besar (tinggi). Secara bertahap gelombang ini kemudian melambat dan kita masuk ke dalam empat (4) tahap, yang masing-masing menunjukkan proses tidur yang lebih dalam dibandingkan dengan sebelumnya:
Tahap 1. Gelombang otak menjadi kecil dan tidak beraturan, dna kita merasa bahwa kita berada di ujung kesadaran, dalam keadaan tidur ringan. Bila dibangunkan pada saat ini, kita dapat mengingat kembali fantasi-fantasi atau gambar-gambar visual yang kita lihat
Tahap 2. Otak kita terkadang menghasilkan rentetan singkat gelombang yang cepat dan memiliki puncak gelombang yang tinggi, yang biasa disebut sebagai sleep spindle. Gangguan suara dalam dalam kadar kecil, mungkin tidak akan mengganggu tidur kita.
Tahap 3. Sebagai tambahan gelombang yang menjadi karakteristik tahap 2, otak kita terkadang menghasilkan gelombang delta, yang sangat lambat dengan puncak yang cukup tinggi. Pernafasan dan detak jantung melambat, otot-otot melemas dan mulai sulit dibangunkan.
Tahap 4. Gelombang delta yang mengambil alih sebagian besar aktivitas, dan kita berada dalam tidur yang dalam. Saat ini mungkin diperlukan gangguan yang kuat atau suara yang sangat keras untuk membangunkan
Terjadinya rangkaian dari tahap-tahap ini berlangsung selama 30 sampai 45 menit. Selanjutnya akan bergerak kembali ke tahap awal, dari tahap 4 ke tahap 3 kemudian ke tahap 2 dan ke tahap 1. Pada titik ini, 70 hingga 90 menit sesudah mulainya tidur, sesuatu yang khas mulai terjadi. Tahap 1 tidak berlangsung seperti tahap dimana kita berada dalam keadaan terbangun dan merasa mengantuk, tetapi otak mulai menghasilkan sederet panjang gelombang otak yang bergerak sangat cepat dan tidak teratur. Kecepatan detak jantung ddaan tekanan darah meningkat, pernafasan semakin cepat dan tidak teratur, wajah dan jari mungkin terdapat sedikit kejang. Pada saat bersamaan, sebagian otot penunjang tulang menjadi lemas, mencegah otak kita yang aktif menghasilkan gerakan fisik. Kita masuk ke dalam tahap REM.
Tidur REM sering disebut “tidur yang paradoks” karena otak berada dalam kondisi sangat aktif sementara tubuh tidak aktif sama sekali. Pada saat ini terjadi mimpi-mimpi yang jelas. Tidur terjadi untuk menyediakan waktu beristirahat, sehingga tubuh dapat membuang semua zat limbah dari otot, memperbaiki sel, menyimpan atau mengembalikan energi, memperkuat sstem kekebalan tubuh, atau mengembalikan kemampuan yang hilang dalam satu hari.
Ketika kita tidak mendapatkan tidur yang cukup, badan kita bekerja dengan tidak normal. Contoh: menurunnya kadar hormon yang dibutuhkan untuk perkembangan otot normal dan fungsi sitem kekebalan tubuh (Leproult, Van Reeth, dkk., 1997). Pada sebuah kasus, laki-laki 51 tahun mengalami kekurangan tidur. Setelah semakin merasakan lelah yang amat sangat, dia terserang infeksi jantung dan meninggal. Hasil otopsi menunjukkan bahwa dia telah kehilangan hampir semua saraf besar di dua (2) area dari talamus yang berkaitan dengan tidur dan ritme sirkadian hormonal (Lugaresi dkk, 1986)
Leproult dkk (1997) mengatakan bahwa kekurangan tidur yang kronis dapat meningkatkan hormon stres kortisol, yang dapat merusak atau menggangu selsel otak yang dibutuhkan untuk pembelajaran dan ingatan. Selain itu, sel-sel otak yang baru dapat gagal berkembang atau dapat juga tumbuh secara abnormal (Guzman-Marin dkk., 2005). Mungkin sebagai dampak dari kerusakan itu adalah terganggunya fleksibilitas mental, atensi, dan kreativitas. Setelah beberapa hari berada dalam keadaan terjaga terus menerus, biasanya seseorang akan mulai mengalami halusinasi dan delusi (Dement, 1978).
Menurut National Sleep Foundation sekitar 10% dari para dewasa diganggu oleh insomnia kronis, yaitu kesulitan untuk merasa mengantuk atau tetap tertidur. Insomnia dapat terjadi karena kecemasan dan kekhawatiran, masalah psikologis, hot flashes selama menopause, artritis, dan bekerja atau belajar secara tidak teratur dan dalam kondisi yang terlalu menuntut.
Penyebab lain dari rasa kantuk di siang hari adalah sleep apnea, yaitu suatu gangguan di mana proses bernapas berhenti sejenak saat tidur, menyebabkan orang tersebut tersedak dan sesak napas, lalu terbangun sesaat.
Sleep apnea memiliki beberapa penyebab, diantaranya terhalangnya jalan udara hingga kegagalan otak untuk mengatur pernafasan dengan tepat, hal ini dapat menyebabkan seseorang mengalami tekanan darah yang tinggi dan detak jantung yang tidak teratur.
Narkolepsi adalah suatu gangguan tidur berupa serangan rasa kantuk tiba-tiba dan tidak terduga pada siang hari yang membuat seseorang langsung masuk ke dalam tahap REM.Narkolepsi kemungkinan disebabkan oleh menurunnya fungsi dari sejumlah saraf dalam hipotalamus, yang bisa disebabkan oleh malfungsi kekebalan tubuh atau abnormalitas genetis (Lin, Hungs, & Mingot, 2001; Mieda dkk., 2004).
Tidur sangat dibutuhkan untuk konsolidasi, yaitu sebuah proses dimana terjadi perubahan sinapsis yang membuat ingatan yang baru saja disimpan menjadi lebih bertahan lama dan stabil (Sickgold, 1995).
thx to Koecroet Generasi Biroe
sumber terkait: http://teorikuliah.blogspot.com